23 November 2010

Infertilitas

DEFINISI
        Fertilitas adalah kemampuan seorang wanita (istri) untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup dari pasangan pria (suami) yang mampu menghamilkannya. Infertilitas adalah ketidakmampuan satu pasangan untuk mengusahakan terjadinya kehamilan setelah 1 tahun secara aktif melakukan usaha untuk terjadinya suatu kehamilan dan melahirkan bayi hidup. Infertilitas dibagi dua, yaitu :
·         Infertilitas primer
    Jika istri belum pernah hamil walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan tetap dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. (WHO/FIGO : 2 tahun).
·         Infertilitas sekunder
    Jika istri pernah hamil, namun kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersanggama tanpa usaha kontrasepsi dan tetap dihadapkan kepada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. (Ukuran frekuensi sanggama yang adekuat : minimal 3 x seminggu)

ETIOLOGI
          Sekitar 50% infertilitas disebabkan dari pihak istri, 40% dari pihak suami dan 10% tidak terjelaskan (infertilitas idiopatik). Proses reproduksi merupakan proses interaksi dan integritas antara saluran reproduksi pria dan wanita yang meliputi :
·         Setiap bulan kelenjar pituitary mengirimkan signal ke ovarium untuk mempersiapkan ovum yang akan dilepas pada saat ovulasi.
·         FSH dan LH merangsang ovarium untuk melepaskan ovum dan disebut fase ovulasi. Hal tersebut berlangsung selama seorang wanita fertil (pada hari ke-14 siklus haid).
·         Transportasi ovum ke pars ampullaris tuba fallopii sehingga terjadi fertilisasi yaitu sekitar 24 jam setelah pelepasan ovum. Konsepsi lebih mungkin terjadi ketika masa subur yaitu satu sampai dua hari sebelum ovulasi.
·         Untuk terjadinya kehamilan, sperma harus bersatu dengan ovum di dalam tuba fallopii. Masa hidup sperma selama 72 jam untuk dapat terjadinya fertilisasi. Selain itu, sperma dan ovum harus bertemu pada saat yang bersamaan di tuba fallopii sehingga konsepsi terjadi. Supaya sperma dan ovum dapat bertemu, pada seorang pria harus terjadi ereksi dan ejakulasi dengan semen yang cukup untuk mengantarkan sperma kedalam vagina tersedia cukup sperma dengan bentuk dan transportasi yang benar. Selain hal-hal tersebut, seorang wanita harus vagina dan uterus yang sehat sehingga sperma dapat mencapai ovum.
·         Jika terjadi fertilisasi, ovum akan berimplantasi di endometrium dan tumbuh hingga umur kehamilan sembilan bulan.
        Pada beberapa pasangan suami-istri terjadi penyimpangan pada proses kompleks tersebut sehingga terjadi infertilitas. Penyebab infertilitas tersebut dapat berasal dari salah satu atau kedua pasangan tersebut.

1. Penyebab infertilitas pada pria
     Beberapa hal dapat menyebabkan penurunan jumlah sperma, mobilitas atau kemampuan sperma untuk terjadinya fertilisasi menurun. Penyebab tersering infertilitas pada pria adalah produksi dan fungsi sperma yang abnormal, gangguan transportasi sperma, faktor kesehatan dan gaya hidup, dan paparan terhadap zat-zat tertentu yang berlebihan
         a.   Gangguan produksi dan fungsi sperma
·         Gangguan bentuk dan pergerakan sperma
Sperma harus mempunyai bentuk yang normal dan dapat bergerak dengan cepat dan tepat sehingga fertilisasi dapat terjadi. Jika bentuk dan morfologi sperma abnormal atau terdapat gangguan pada motilitas sperma, penetrasi terhadap ovum tidak akan terjadi.
·         Konsentrasi sperma rendah
Normal : >/= 20 juta sperma/ml
Subfertil ( rendah ) : </= 10 juta sperma/ml
Peningkatan fertilitas : >/= 40 juta sperma/ml
·         Varicocele
Varicocele adalah suatu pembuluh vena di dalam scrotum yang mencegah pendinginan normal testis sehingga mengakibatkan gangguan jumlah dan motilitas sperma.
·         Undescensus testis
Undescensus testis terjadi ketika satu atau kedua testicle mengalami kegagalan untuk turun dari abdomen ke dalam scrotum selama perkembangan fetus. Karena testicle terpapar pada suhu tubuh internal yang lebih tinggi daripada suhu didalam scrotum sehingga mempengaruhi produksi sperma.
·         Defisiensi testosteron
Infertilitas dapat diakibatkan oleh kelainan pada testis atau gangguan yang mempengaruhi kelenjar hipotalamus atau hipofisis di dalam otak yang menghasilkan hormon yang mengkontrol testis.
·         Kelainan genetik
Pada kelainan genetik (sindrom Klinefelter/47XXX), menyebabkan perkembangan abnormal dari testis sehingga menghasilkan produksi sperma dan testosteron yang rendah.
·         Infeksi
Infeksi dapat mempengaruhi motilitas sperma yang bersifat sementara. Penyakit Hubungan Seksual (PHS), seperti chlamydia dan gonorrhea dapat menyebabkan scarr dan menutup jalan sperma. Penyakit gondok,  infeksi virus yang biasa menyerang remaja dan terjadi setelah pubertas dapat menyebabkan inflamasi pada testicle sehingga mengakibatkan gangguan pada produksi sperma. Selain itu, prostatitis, urethritis atau epididymitis juga dapat menghambat motilitas sperma.
         b.   Gangguan transportasi sperma
·         Aktivitas seksual
Masalah disfungsi ereksi, ejakulasi prematur, dyspareunia, atau psikologis dapat mengakibatkan terjadinya infertilitas. Penggunaan lubrikan seperti minyak-minyak atau vaselin memiliki efek toksik pada sperma dan mengakibatkan infertilitas.
·         Ejakulasi retrograde
Hal ini terjadi ketika semen masuk kedalam vesica urinaria selama orgasme dibandingkan ke luar melalui penis. Berbagai kondisi dapat menyebabkan ejakulasi retrograde, antara lain DM, operasi pada vesica urinaria, prostat, uretra, dan pemakaian obat-obatan tertentu.
·         Tidak terdapatnya semen
Tidak terdapatnya semen dapat terjadi pada pria dengan trauma atau penyakit pada korda spinal. Cairan ini membawa sperma dari penis ke vagina.
·         Hypospadia
Kelainan kongenital yang dapat menyebabkan urethra terbuka abnormal pada bagian bawah penis. Jika tidak dikoreksi secara pembedahan, kondisi ini dapat mencegah sperma mencapai servik.
·         Antibodi anti-sperma
Sperma yang merupakan target dari antibodi akan melumpuhkan atau memperlemah sperma. Hal ini biasanya terjadi setelah vasektomi. Kehadiran antibodi ini mungkin komplikasi dari vasektomi.
·         Fibrosis kistik
Pria dengan fibrosis kistik sering kali terjadi obstruksi pada vas deferens.
         c.   Faktor kesehatan dan gaya hidup
·         Stress emosional
Stress yang berlebihan atau berkepanjangan dapat menghambat pengeluaran hormon-hormon yang diperlukan untuk memproduksi sperma. Infertilitas dapat mempengaruhi hubungan sosial dan fungsi seksual seseorang sehingga menimbulkan stress yang berkepanjangan.
·         Malnutrisi
Defisiensi zat gizi seperti vitamin C, selenium, seng dan folat dapat menimbulkn infertilitas.
·         Obesitas
Peningkatan massa tubuh dapat dihubungkan dengan masalah fertilitas seorang pria.
·         Kanker dan pegobatannya
Pengobatan dengan radiasi maupun chemotherapi untuk kanker dapat menganggu produksi sperma. Semakin dekat pengobatan radiasi ke testis semakin tinggi resiko infertilitas seseorang.
·         Alkohol dan narkoba
ketergantungan Alkohol atau narkoba dapat dihubungkan dengan kesehatan yang buruk dan infertilitas. Sebagai contoh, Steroid anabolik dapat merangsang kekuatan otot dan pertumbuhan sehingga dapat menyebabkan testis menyusut dan produksi mani berkurang.
·         Kondisi-kondisi medis lain
Luka yang berat, penyakit tertentu seperti DM, penyakit gondok, sindrom Cushing, atau anemia bisa dihubungkan dengan infertilitas.
·         Usia
Suatu kemunduran fertilitas dapat terjadi pada orang yang berumur lebih dari 35 tahun.
         d.   Faktor lingkungan
·         Pestisida dan bahan kimia lain
Herbisida dan insektisida dapat menimbulkan efek seperti efek hormon wanita yang terjadi dalam tubuh pria dan berhubungan dengan penurunan produksi sperma dan kanker testis sehingga terjadi infertilitas pada pria.
·         Pajanan panas yang berlebihan pada testis
Seringnya penggunaan sauna atau bak mandi panas dapat meningkatkan suhu tubuh inti sehingga dapat merusak produksi sperma dan menurunkan jumlah sperma.
·         Merokok
Pria yang merokok dapat memiliki jumlah sperma yang lebih rendah dari pria yang tidak merokok.      

2. Penyebab infertilitas pada wanita
a.   Gangguan pada tuba Fallopi
        Rusaknya tuba Fallopi dapat diakibatkan oleh radang (salpingitis) yang biasanya disebabkan oleh Chlamydia. Radang pada tubal akan menimbulkan gejala nyeri dan demam. Tuba yang rusak merupakan faktor resiko utama kehamilan di mana ovum tidak dapat melalui tuba fallopii untuk kemudian berimplantasi di endometrium (kehamilan ektopik)
b.   Endometriosis
Endometriosis terjadi ketika jaringan endometrium yang masih berfungsi berimplantasi serta tumbuh diluar uterus dan mempengaruhi fungsi ovarium, uterus dan tuba fallopii. Implantasi ini bereaksi terhadap siklus hormonal dan pertumbuhan endometrium yang dapat menyebabkan terjadinya radang. Nyeri pelvis dan infertilitas umumnya terjadi pada wanita dengan endometriosis.
c.   Kelainan ovulasi
        Kelainan ovulasi terjadi karena adanya gangguan pada poros hipotalamus-hipofisis-ovarium yang disebabkan oleh adanya tumor, luka, latihan dan kelaparan yang berlebihan sehingga menurunkan kadar hormone LH dan FSH.
d.   Hyperprolactinemia
        Hormon Prolaktin merangsang produksi ASI. Tingginya kadar prolaktin pada wanita yang tidak hamil atau menyusui dapat menyebabkan terjadinya ovulasi. Tingginya kadar prolaktin mengindikasikan adanya tumor pituitari.
e.   Sindrom Polikistik Ovarium (PCOS)
        Pada PCOS, tubuh menghasilkan terlalu banyak hormon androgen, yang mempengaruhi ovulasi. PCOS juga berhubungan dengan resistensi hormon insulin dan obesitas.
f.    Tumor fibroid uterus jinak
        Fibroids adalah tumor jinak di dinding uterus dan terjadi pada wanita usia 30 tahun-an. Tumor tersebut menyebabkan infertilitas dengan memblok tuba fallopii.
g.   Adhesi pelvis
        Adhesi pelvis adalah pita jaringan parut yang mengikat organ setelah infeksi pelvis, appendisitis, atau tindakan bedah pada pelvis atau abdomen. Jaringan parut ini dapat menyebabkan infertilitas.

3. Penyebab-penyebab lain
·       Pengobatan
Infertilitas sementara dapat terjadi dengan pemakaian obat-obatan tertentu. Dalam banyak kasus, fertilitas pulih kembali ketika pengobatan tersebut dihentikan.
·       Penyakit gondok
Kelainan kelenjar gondok, baik hipertiroidism ataupun hipothyroidism, dapat memutus siklus haid dan menyebabkan infertilitas.
·       Kanker dan pengobatannya
Kanker tertentu, terutama kanker pada wanita reproduktif, sering kali menyebabkan infertilitas pada wanita. Radiasi dan kemoterapi dapat mempengaruhi kemampuan reproduksi wanita. Kemoterapi dapat merusak fungsi reproduksi dan fertilitas pada pria maupun wanita.
·       Kondisi medis lain
Kondisi medis yang berhubungan dengan pubertas atau amenore yang tertunda, seperti penyakit Cushing, sickle cell disease,  HIV/AIDS, penyakit ginjal dan DM dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
·       Konsumsi kafein yang berlebihan,
Konsumsi kafein yang berlebihan dapat menyebabkan infertilitas pada wanita.


FAKTOR RESIKO
·         Usia
Setelah usia 32 tahun, potensi fertilitas seorang wanita secara berangsur-angsur mengalami kemunduran. Infertilitas  pada wanita usia tua dapat terjadi karena lebih tingginya tingkat kelainan chromosomal yang terjadi pada ovum. Wanita usia tua juga lebih banyak memiliki masalah dengan kesehatannya yang pada akhirnya akan mempengaruhi tingkat fertilitas wanita tersebut. Selain itu, resiko keguguran juga akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan pada pria, penurunan fertilitas dapat terjadi pada usia lebih dari 35 tahun.
·         Merokok
Pria maupun wanita yang merokok dapat mengurangi kesempatan mereka untuk terjadinya kehamilan dan mengurangi manfaat dari pengobatan fertilitas yang sedang dilakukan. Resiko keguguran lebih sering terjadi pada wanita yang merokok.
·         Alkohol
Pada wanita, tidak ada batas aman dalam penggunaan alkohol selama wanita tersebut dalam keadaan konsepsi atau hamil. Sedangkan penggunaan alkohol yang tidak berlebihan , tidak akan mengurangi tingkat ferilitas seorang pria.
·         Kelebihan berat badan
Pada wanita Amerika, infertilitas sering terjadi karena gaya hidup yang pasif dan kelebihan berat badan.
·         Berat badan terlalu rendah  
Resiko ini terjadi pada wanita yang mengalami gangguan pola makan  seperti anoreksia nervosa atau bulimia, dan wanita yang diet atau asupan kalori sangat rendah. Seorang vegetarian juga dapat mengalami masalah infertilitas karena kekurangan zat gizi penting seperti vitamin B-12, seng, besi dan asam folat.
·         Latihan atau olahraga dengan intensitas berlebihan
Dalam beberapa studi, latihan / olahraga lebih dari tujuh jam dalam satu minggu dapat mempengaruhi terjadinya ovulasi dan fertilisasi in vitro. Sebaliknya, tidak cukupnya latihan / olahraga dapat memicu terjadinya obesitas yang pada akhirnya juga akan meningkatkan infertilitas.
·         Pemakaian kafein
Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat suatu hubungan antara penggunaan terlalu banyak kafein dengan penurunan fertilitas. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penurunan infertiltas dengan penggunaan kafein yang terlalu banyak tidak menunjukkan efek tak diinginkan. Jika terdapat efek yang merugikan, kemungkinan bahwa kafein mempunyai suatu dampak yang lebih besar pada fertilitas seorang dibanding pria. Penggunaan terlalu banyak kafein memperlihatkan adanya peningkatan resiko abortus.

SCREENING DAN DIAGNOSIS
1.   Diagnosis pada pria
           Seorang pria dikatakan fertil, bila testis memproduksi sperma yang sehat dan dalam jumlah yang cukup serta sperma tersebut harus diejakulasikan secara efektif ke dalam vagina. Tes infertilitas pada pria ditujukan untuk mengetahui gangguan pada system reproduksi pria yang dapat menyebabkan terjadinya infertilitas.
·           Pemeriksaan fisik umum
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan alat kelamin dan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan riwayat medis, penyakit dan kecacatan, pengobatan dan aktivitas seksual.
·           Analisis semen
Analisis semen merupakan test yang paling penting. Specimen bahan semen yang digunakan dalam pemeriksaan umumnya didapatkan dari seks intercourse dan ejakulasi semen kedalam suatu wadah yang bersih. Analisis laboratorium yang dilakukan meliputi kuantitas, warna, dan ada / tidaknya infeksi atau darah. Analisis sperma juga dilakukan yang meliputi kuantitas sperma, abnormalitas bentuk dan motilitas sperma. Namun, sering kali terjadi fluktuasi jumlah sperma dari satu specimen ke specimen selanjutnya.
·           Analisis hormone
Analisis hormone merupakan suatu pemeriksaan darah untuk menentukan kadar hormone testosteron dan hormon-hormon pria lainnya.
·           USG Transrectal dan scrotal
USG dapat digunakan untuk mengetahui adanya kelainan-kelainan seperti ejakulasi retrograde dan obstruksi duktus ejakulatorius.

2.   Diagnosis pada wanita
           Fertilitas pada seorang wanita dapat terjadi bila ovarium melepaskan ovum yang suba fallopii sehingga ertilisasi dapat terjadi. Selain itu, Organ reproduksi harus sehat dan berfungsi dengan baik. Anamnesa juga diperlukan untuk mendiagnosa adanya infertilitas pada seorang wanita. Anamnesa tersebut meliputi, riwayat kesehatan, siklus haid dan kebiasaan seksual. Selanjutnya pemeriksaan akan dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik umum, yang meliputi pemeriksaan ginekologis. Sedangkan pemeriksaan fertilitas, meliputi :
·            Uji ovulasi
Uji ovulasi merupakan suatu pemeriksaan darah yang dilakukan untuk mengukur kadar hormon untuk menentukan apakah terjadi ovulasi atau tidak.
·            Hysterosalpingography
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengevaluasi kondisi uterus dan tuba fallopii. Cara pemeriksaannya dengan menyuntikan cairan ke dalam uterus dan dilakukan X-ray untuk mengetahui apakah cairan bergerak ke dalam uterus dan ke dalam tuba fallopii. Adanya obstruksi maupun masalah lain dalam transportasi pada tuba fallopii dapat dikoreksi dengan pembedahan.
·            Laparoskopi
Laparoskopi dilakukan dengan menggunakan anestesi umum, prosedur ini dilakukan dengan memasukkan suatu alat kedalamabdomen untuk mengamati kondisi abdomen, tulang panggul serta untuk menguji tuba fallopii, ovarium dan uterus. Cara pemeriksaan :
o   Dilakukan insisi kecil (8-10 milimeter) di bawah umbilicus dan dimasukkan suatu jarum ke dalam rongga abdomen.
o   Dimasukkan sejumlah kecil gas ( biasanya karbon dioksida ) kedalam abdomen untuk membuat suatu ruang yang digunakan untuk memasukkan laparoscope (fiber-optic telescope).
Masalah yang paling sering didapati pada pemeriksaan dengan laparoskopi adalah adanya endometriosis dan jaringan parut. Namun, dengan laparoskopi dapat dideteksi adanya suatu obstruksi atau irreguleritas pada tuba fallopii dan uterus serta pasien tidak perlu melakukan rawat inap di Rumah Sakit. 
·            Pemeriksaan hormonal
Pemeriksaan hormonal dilakukan untuk memeriksa kadar hormon ovulasi seperti hormone tiroid dan hormon pituitari.
·            Pemeriksaan reverse ovarium
Pemeriksaan dilakukan untuk menentukan efektivitas ovum setelah ovulasi. Pemeriksaan ini dimulai dengan melakukan pemeriksaan hormonal pada awal siklus menstruasi.
·            Pemeriksaan genetik
Pemeriksaan genetik dilaksanakan untuk menentukan apakah ada suatu kelainan genetik yang menyebabkan infertilitas.
·            USG pelvis
USG pelvis dilaksanakan untuk mencari adanya kelainan atau penyakit pada uterus atau tuba fallopii.
Pada pemeriksaan infertilitas tidak semua dari pemeriksaan diatas dilakukan. Setiap pemeriksaan dilakukan atas indikasi yang tepat dan atas persetujuan antara dokter-pasien.

PENCEGAHAN
          Sebagian besar infertilitas tidak dapat dicegah. Bagaimanapun, menghindari penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok dan konsumsi alkohol berlebihan,  temperatur tinggi seperti berendam dalam bak mandi air panas atau sauna yang dapat mempengaruhi produksi dan motilitas sperma, mungkin dapat mengurangi angka kejadian inferilitas.
        Seorang wanita dapat meningkatkan fertilitasnya sehingga menjadi hamil dengan melakukan :
·         Latihan atau olahraga yang cukup dan reguler
·         Hindari mengangkat beban yang berat karena dapat mempengaruhi produksi hormon yang pada akhirnya dapat menyebabkan infertilitas.
·         Hindari penggunaan alkohol, merokok dan obat-obatan terlarang
        Membatasi penggunaan kafein yaitu tidak lebih dari 250 miligram/ hari (satu atau dua cangkir kopi per hari).

4 November 2010

Catamenial Pneumothorax

Insidens pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang tidak diketahui. Pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan 5:1. Pneumotoraks spontan primer sering juga dijumpai pada individu sehat, tanpa riwayat penyakit paru sebelumnya. Pneumotoraks spontan primer banyak dijumpai pada pria dengan usia antara dekade 3 dan 4. Salah satu penelitian menyebutkan sekitar 81% kasus pneumotoraks spontan primer berusia kurang dari 45 tahun. Seaton dan kawan-kawan melaporkan bahwa pasien tuberkulosis aktif mengalami komplikasi pneumotoraks sekitar 1,4% dan jika terdapat kavitas paru komplikasi pneumotoraks meningkat lebih dari 90%.1
Di Olmested Country, Minnesota, Amerika, Melton dan kawan-kawan melakukan penelitian selama 25 tahun (tahun 1950-1974) pada pasien yang terdiagnosis sebagai pneumotoraks atau pneumomediastinum, didapatkan 75 pasien karena trauma, 102 pasien karena iatrogenik dan sisanya 141 pasien karena pneumotoraks spontan. Dari 141 pasien pneumotoraks spontan tersebut 77 pasien pneumotoraks spontan primer dan 64 pasien pneumotoraks spontan sekunder. Pada pasien-pasien pneumotoraks spontan didapatkan angka insidensi pneumotoraks spontan primer terjadi pada 7,4-8,6/100.000 pria per tahun dan 1,2/100.000 wanita per tahun, sedangkan insidensi pneumotoraks spontan sekunder 6,3/100.000 pria per tahun dan 2,0/100.000 wanita per tahun (Loddenkemper, 2003).1
Pneumotoraks spontan berulang dihubungkan dengan siklus menstruasi pertama kali diuraikan oleh Maurer dan kawan-kawan pada tahun 1958. Setelah itu istilah pneumotoraks katamenial diperkenalkan oleh Lillington dan kawan-kawan pada tahun 1972. Sebanyak 25% dari pneumotoraks spontan pada wanita disebabkan oleh pneumotoraks katamenial (8 dari 32 kasus). Walaupun pneumotoraks katamenial merupakan manifestasi klinis yang paling sering dari endometriosis intratorakal, belakangan ini tidak seluruhnya dapat dikenali dan tidak dapat dijelaskan secara lengkap mengenai siklus dan kekambuhan dari pneumotoraks tersebut.2,3
Sesuai dengan perkembangan di bidang pulmonologi telah banyak dikerjakan pendekatan baru berupa tindakan torakostomi disertai video (video assisted thoracoscopy surgery = VATS), ternyata memberikan banyak keuntungan pada pasien-pasien yang mengalami pneumotoraks relaps dan dapat mengurangi lama rawat inap di rumah sakit. Dengan teknik VATS dapat dilakukan reseksi bula (wedge resection) dengan endoskopik stapler dan juga dapat dilakukan tindakan pleurodesis pada saat yang sama. Tingkat rekurensi pneumotoraks setelah tindakan tersebut kurang dari 5% (Light, 2002).1


DEFINISI
Pneumotoraks adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura. Pada keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa mengembang terhadap rongga dada. Pneumotoraks dapat terjadi secara traumatik atau spontan. Pneumotoraks traumatik adalah pneumotoraks yang terjadi akibat suatu trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru. Pneumotoraks traumatic diperkirakan 40% dari semua kasus pneumotoraks.1
Pneumotoraks spontan adalah setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba tanpa adanya suatu penyebab (trauma ataupun iatrogenik). Pneumotoraks spontan dibagi menjadi pneumotoraks spontan primer dan pneumotoraks spontan sekunder. Pneumotoraks spontan primer adalah suatu pneumotoraks yang terjadi tanpa ada riwayat penyakit paru yang mendasari sebelumnya, umumnya terjadi pada individu sehat, dewasa muda, tidak berhubungan dengan aktivitas fisik yang berat tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan sampai sekarang belum diketahui penyebabnya. Pneumotoraks spontan sekunder adalah suatu pneumotoraks yang terjadi karena penyakit paru yang mendasarinya (tuberkulosis paru, PPOK, asma bronkial, pneumonia, tumor paru dan sebagainya).1
Pneumotoraks katamenial adalah pneumotoraks yang terjadi seiring dengan siklus menstruasi dan dipercaya karena adanya endometriosis pleura. Pneumotoraks katamenial merupakan suatu bentuk lain dari pneumotoraks spontan sekunder yang timbulnya berhubungan dengan menstruasi pada wanita dan sering kali berulang. Pneumotoraks katamenial berbeda dengan pneumotoraks spontan primer. Berdasarkan penelitian, 10 dari 50 wanita yang mengalami pneumotoraks spontan primer juga mengalami pneumotoraks katamenial.1,4,5

PATOFISIOLOGI
Pleura secara anatomis merupakan satu lapis sel mesotelial yang ditunjang oleh jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening. Rongga pleura dibatasi oleh 2 lapisan tipis sel mesotelial, terdiri atas pleura parietalis dan pleura viseralis. Pleura parietalis melapisi otot-otot dinding dada, tulang dan kartilago, diafragma dan mediastinum, sangat sensitif terhadap nyeri. Rongga pleura individu sehat terisi cairan (10-20 ml) dan berfungsi sebagai pelumas di antara kedua lapisan pleura.1

Gambar 1. Rongga pleura

Pada keadaan normal, tekanan di dalam rongga pleura lebih kecil daripada tekanan atmosfer, rata-rata 756 mmHg saat istirahat. Seperti tekanan darah yang dicatat dengan menggunakan tekanan atmosfer sebagai rujukan (tekanan sistolik 120 mmHg adalah 120 mmHg lebih besar daripada tekanan atmosfer 760 mmHg atau dalam realitas 880 mmHg), 756 mmHg kadang-kadang disebut sebagai tekanan -4 mmHg. Tekanan -4 mmHg adalah tekanan yang negatif jika dibandingkan dengan tekanan atmosfer normal yang 760 mmHg.7
Tekanan intrapleura tidak diseimbangkan dengan tekanan atmosfer atau intraalveolus, karena tidak terdapat hubungan langsung antara rongga pleura dan atmosfer paru. Karena rongga pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang, udara tidak dapat masuk atau keluar walaupun terdapat gradien tekanan antara rongga pleura dengan sekitarnya.7
Rongga toraks lebih besar daripada paru yang tidak teregang karena dinding toraks tumbuh lebih cepat daripada paru selama masa perkembangan. Namun dua gaya, yakni kohesivitas cairan intrapleura dan gradient tekanan transmural menahan dinding toraks dan paru dalam keadaan berhadapan erat, meregangkan paru untuk mengisi rongga toraks yang lebih besar.7
Molekul-molekul air di dalam cairan intrapleura bertahan dari peregangan karena gaya tarik menarik antara sesama mereka. Kohesivitas cairan intrapleura yang ditimbulkannya cenderung menahan kedua permukaan pleura menyatu. Dengan demikian, cairan intrapleura secara lepas dapat dianggap sebagai perekat antara dinding toraks dan paru. Perubahan dimensi-dimensi toraks selalu disertai oleh perubahan dimensi-dimensi paru, yaitu ketika toraks mengembang, paru juga ikut mengembang.7
Alasan yang lebih penting mengapa paru mengikuti gerakan dinding dada adalah adanya gradien tekanan transmural yang melintasi dinding paru. Tekanan intraalveolus yang setara dengan tekanan atmosfer sebesar 760 mmHg, lebih besar daripada tekanan intrapleura sebesar 756 mmHg, sehingga di dinding paru gaya yang menekan ke arah luar lebih besar daripada gaya yang menekan ke arah dalam. Gradien tekanan transmural mendorong paru ke arah luar, meregangkan atau mengembangkan paru. Karena gradien tekanan inilah paru selalu terdorong untuk mengembang mengisi rongga toraks.7


Gambar 2. Gradien tekanan transmural
                                                                                   
Karena baik dinding paru maupun dinding dada tidak berada dalam posisi alamiah mereka sewaktu keduanya berhadapan erat satu sama lain, keduanya terus menerus berusaha mencapai dimensi-dimensi inheren mereka. Paru yang teregang cenderung tertarik ke arah dalam menjauhi dinding dada, sementara dinding dada yang tertekan cenderung bergerak ke arah luar menjauhi paru. Namun, gradien tekanan transmural dan kohesivitas cairan intrapleura mencegah kedua struktur tersebut saling menjauh, kecuali sedikit. Walaupun demikian, pengembangan rongga pleura yang kecil ini saja cukup untuk menyebabkan penurunan tekanan di dalam rongga ini sebesar 4 mmHg, sehingga tekanan intrapleura berada dalam tekanan subatmosfer sebesar 756 mmHg.7
Perlu diketahui bahwa terdapat hubungan timbal balik antara gradien tekanan transmural dan tekanan intrapleura subatmosfer. Paru teregang dan toraks tertekan karena terdapat gradien tekanan transmural di kedua dinding akibat tekanan intrapleura subatmosfer. Tekanan intrapleura sebaliknya bersifat subatmosferik karena paru yang teregang dan toraks yang tertekan cenderung saling menjauh satu sama lain, sedikit mengembangkan rongga pleura dan menurunkan tekanan intrapleura di bawah tekanan atmosfer.7
Apabila tekanan intrapleura disamakan dengan tekanan atmosfer, gradien tekanan transmural akan hilang. Akibatnya, paru dan toraks akan terpisah dan mencari dimensi-dimensi inheren mereka sendiri. Hal inilah yang sebenarnya terjadi apabila udara dibiarkan masuk ke dalam rongga pleura, suatu keadaan yang dikenal sebagai pneumotoraks.7
Dalam keadaan normal, udara tidak masuk ke dalam rongga pleura karena tidak terdapat hubungan antara rongga tersebut dengan atmosfer atau alveolus. Namun jika dinding dada dilubangi (misalnya, akibat tulang iga yang patah atau luka tusuk), udara akan menyerbu masuk ke dalam ronga pleura dari tekanan atmosfer yang lebih tinggi mengikuti penurunan gradien tekanan udara. Tekanan intrapleura dan intraalveolus sekarang seimbang dengan tekanan atmosfer, sehingga gradien tekanan transmural tidak lagi ada baik di dinding dada maupun dinding paru. Tanpa adanya gaya yang meregangkan paru, paru akan kolaps dan menyebabkan keadaan yang disebut sebagai atelektasis. Demikian juga, dinding toraks akan mengembang ke ukuran inherennya, tetapi tidak menimbulkan konsekuensi lebih berat dibandingkan dengan kolapsnya paru. Demikian juga, pneumotoraks dan kolaps paru dapat terjadi apabila udara masuk ke dalam rongga pleura melalui satu lubang di paru yang disebabkan, misalnya oleh proses penyakit.7

Pneumotoraks katamenial adalah pneumotoraks yang terjadi seiring dengan siklus menstruasi dan dipercaya karena terdapatnya endometriosis di pleura. Endometriosis adalah suatu jaringan endometrium yang masih berfungsi yang terdapat di luar kavum uteri. Endometriosis dapat menyerang paru dan membentuk kista coklat (endometrioma) yang berisi darah tua. Bagaimana jaringan endometriosis ini bisa sampai ke pleura masih sulit dimengerti. Kemungkinan timbulnya endometriosis tersebut dengan jalan penyebaran melalui pembuluh darah atau limfe, namun hal ini masih belum dapat dibuktikan.4,8
            Pada saat menstruasi, endometrioma yang berisi darah pecah dan darah mengisi rongga pleura. Udara dapat masuk ke dalam rongga pleura melalui celah di pleura viseralis akibat pecahnya endometrioma. Gradien tekanan transmural menghilang, saat ini tekanan intrapleura seimbang dengan tekanan intraalveolus dan tekanan atmosfer. Hal ini mengakibatkan terjadinya kolaps paru.7,9
Pneumotoraks katamenial biasanya mengenai hemitoraks kanan. Penyebabnya karena terjadi implantasi endometriosis di diafragma kanan. Implantasi tersebut terjadi melalui sirkulasi peritoneal dari pelvis menuju ke diafragma kanan. Onset terjadinya kolaps paru dalam 72 jam setelah menstruasi. Umumnya terjadi pada wanita berumur 30-40 tahun, namun dapat juga ditemukan pada wanita muda berumur 10 tahun dan wanita pasca menopouse. Kebanyakan penderita pneumotoraks katamenial memiliki riwayat endometriosis pelvis.3,9
Endometriosis adalah suatu keadaan ditemukannya bercak-bercak jaringan endometrium tumbuh di luar rahim, padahal dalam keadaan normal endometrium hanya ditemukan di dalam lapisan rahim. Biasanya endometriosis terbatas pada lapisan rongga perut atau permukaan organ perut. Endometrium yang salah tempat ini biasanya melekat pada ovarium dan ligamen penyokong rahim. Endometrium juga bisa melekat pada lapisan luar usus halus dan usus besar, ureter, kandung kemih, vagina, jaringan parut di dalam perut atau lapisan rongga dada. Kadang jaringan endometrium tumbuh di dalam paru-paru. Gambar 3 menunjukkan suatu endometriosis yang tumbuh di dalam jaringan paru.10
Endometriosis bisa diturunkan dan lebih sering ditemukan pada keturunan pertama (ibu, anak perempuan, saudara perempuan). Faktor lain yang meningkatkan resiko terjadinya endometriosis adalah memiliki rahim yang abnormal, melahirkan pertama kali pada usia diatas 30 tahun dan kulit putih. Endometriosis diperkirakan terjadi pada 10-15% wanita subur yang berusia 25-44 tahun, 25-50% wanita mandul dan bisa juga terjadi pada usia remaja.10

Gambar 3. Endometriosis pneumotoraks katamenial
                                                                              
Penyebab terjadinya endometriosis masih belum diketahui sampai saat ini, akan tetapi beberapa ahli mengemukakan teori sebagai berikut: 8,10
1.        Teori ”Sistem Kekebalan”
Kelainan sistem kekebalan menyebabkan jaringan menstruasi tumbuh di daerah selain rahim.
2.        Teori ”Genetik”
Keluarga tertentu memiliki faktor tertentu yang menyebabkan kepekaan yang tinggi terhadap endometriosis. Bahwa anak atau saudara penderita endometriosis berisiko besar mengalami endometriosis sendiri. Kajian terbaru (2005) diterbitkan dalam “American Journal of Human Genetics” mendapati kaitan antara endometriosis dan kromosom 10q26. Satu kajian mendapati bahwa, kemungkinannya adalah 5,7 : 1.
3.        Teori “Retrograde Menstruation" dari John A. Sampson di tahun 1920-an
Teori ini paling banyak penganutnya. Menurut teori ini, endometriosis terjadi karena sel-sel endometrium yang dilepaskan pada saat menstruasi mengalir kembali (regurgitasi) melalui tuba ke dalam rongga pelvis. Sudah dibuktikan bahwa dalam darah menstruasi terdapat sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel endometrium yang masih hidup ini kemudian dapat mengadakan implantasi di pelvis.


DIAGNOSIS
Anamnesis
Biasanya ditemukan gejala yang khas, yaitu rasa nyeri pada dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai dengan batuk-batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas ini tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam keadaan sakit atau tidak. Sakit dada biasanya datang tiba-tiba seperti ditusuk-tusuk setempat pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar ke arah bahu, hipokondrium dan skapula. Rasa sakit bertambah waktu bernafas dan batuk. Sakit dada biasanya akan berangsur-angsur hilang dalam waktu satu sampai empat hari. Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak disertai penyakit paru lain. Keluhan.keluhan tersebut di atas dapat terjadi bersama-sama atau sendiri-sendiri, bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan sama sekali.12

Pemeriksaan Fisik
Pada inspeksi mungkin terlihat sesak nafas, dinding dada asimetris (lebih cembung di sisi yang sakit), terdapat ketinggalan gerak pada paru yang sakit saat inspirasi, sianosis, iktus kordis tergeser ke arah yang sehat. Pada palpasi mungkin dijumpai spatium interkostalis yang melebar, taktil fremitus melemah pada sisi yang sakit, trakea tergeser ke arah yang sehat dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat. Pada perkusi mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani. Sedangkan pada auskultasi mungkin dijumpai suara nafas yang melemah, sampai menghilang.12
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan rontgen foto toraks. Pada rontgen foto toraks P.A. akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan adanya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan cairan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal.12

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan rontgen foto toraks. Pada rontgen foto toraks posisi posteroanterior (PA) akan terlihat garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila pneumotoraks disertai dengan terdapatnya cairan di dalam rongga pleura, akan tampak gambaran garis datar yang merupakan batas udara dan cairan. Sebaiknya rontgen foto toraks dibuat dalam keadaan ekspirasi maksimal. Gambar 4 menunjukkan pneumotoraks paru kanan (anak panah putih menunjukkan tepi dari pleura viseralis).12

Gambar 4. Foto rontgen toraks P.A.
                                                                                 
PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pneumotoraks katamenial memiliki dua tujuan, yakni mengeluarkan udara dari rongga pleura agar paru dapat mengembang kembali dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi dengan pengobatan hormonal. Prinsip penanganan pneumotoraks diantaranya observasi dan pemberian tambahan oksigen, aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube torakostomi dengan atau tanpa pleurodesis, torakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap bleb atau bulla, serta yang terakhir dengan torakotomi.1

a.    Observasi dan Pemberian Tambahan Oksigen
            Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumotoraks <15% dari hemitoraks. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resorbsinya diperkirakan 1,25% dari sisi pneumotoraks per hari. Laju resorbsi tersebut akan meningkat jika diberikan tambahan oksigen. Observasi dilakukan dalam beberapa hari (minggu) dengan foto dada serial tiap 12-24 jam selama 2 hari.1

b.   Aspirasi Dengan Jarum dan Tube Torakostomi
Tindakan ini dilakukan seawal mungkin pada pasien pneumotoraks yang luasnya >15%. Tindakan ini bertujuan mengeluarkan udara dari rongga pleura (dekompresi). Tindakan dekompresi dapat dilakukan dengan cara : 1
1.      menusukkan jarum melalui dinding dada sampai masuk rongga pleura, sehingga tekanan udara positif akan keluar melalui jarum tersebut.
2.      Membuat hubungan dengan udara luar, yaitu dengan :
Ø Jarum infus set ditusukkan ke dinding dada sampai masuk rongga pleura, kemudian ujung pipa plastik di pangkal saringan tetesan dipotong dan dimasukkan ke dalam botol berisi air kemudian klem dibuka, maka akan timbul gelembung-gelembung udara di dalam botol.
Ø Jarum abbocath no. 14 ditusukkan ke rongga pleura dan setelah mandrin dicabut, dihubungkan dengan pipa infus set, selanjutnya dikerjakan seperti di atas.
Ø Water Sealed Drainage (WSD), yaitu pipa khusus (kateter urin) yang steril dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaran trokar atau klem penjepit. Sebelum trokar dimasukkan ke rongga pleura, terlebih dahulu dilakukan insisi kulit pada ruang antar iga ke enam pada linea aksilaris media. Insisi kulit juga bisa dilakukan pada ruang antar iga kedua pada linea mid klavikula. Sebelum melakukan insisi kulit, daerah tersebut harus diberikan cairan disinfektan dan dilakukan injeksi anestesi lokal dengan xilokain atau prokain 2% dan kemudian ditutup dengan kain duk steril. Setelah trokar masuk ke dalam rongga pleura, pipa khusus (kateter urin) segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian trokar dicabut sehingga hanya pipa khusus tersebut yang masih tertinggal di rongga pleura. Pemasukan pipa khusus tersebut ke arah atas apabila lubang insisi kulit di ruang antar iga keenam dan diarahkan ke bawah jika lubang insisi kulitnya ada di ruang antar iga kedua. Pipa khusus tersebut kemudian dihubungkan dengan pipa yang lebih panjang dan terakhir dengan pipa kaca yang dimasukkan ke dalam air di dalam botol. Masuknya pipa kaca ke dalam air sebaiknya 2 cm dari permukaan air, supaya gelembung udara mudah keluar. Apabila tekanan rongga pleura masih tetap positif, perlu dilakukan penghisapan udara secara aktif (continuous suction) dengan memberikan tekanan -10 cm sampai 20 cm H2O agar supaya paru cepat mengembang. Apabila paru sudah mengembang penuh dan tekanan rongga pleura sudah negatif, maka sebelum dicabut dilakukan uji coba dengan menjepit pipa tersebut selama 24 jam. Tindakan selanjutnya adalah melakukan evaluasi dengan foto rontgen toraks, apakah paru mengembang dan tidak mengempis lagi atau tekanan rongga pleura menjadi positif lagi. Apabila tekanan di dalam rongga pleura menjadi positif lagi maka pipa tersebut belum dapat dicabut. Bila paru sudah mengembang maka WSD dicabut. Pencabutan WSD dilakukan saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal. Skema pemasangan WSD dapat dilihat pada gambar 5 dan 6.

Gambar 5. Skema pemasangan WSD dengan 1 botol

Gambar 6. Skema pemasangan WSD dengan 2 botol
                                                                                            
c.    Torakoskopi
            Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu torakoskop. Torakoskopi yang dipandu dengan video (Video Assisted Thoracoscopy Surgery) memberikan kenyamanan dan keamanan baik bagi operator maupun pasiennya karena akan diperoleh lapangan pandang yang lebih luas dan gambar yang lebih bagus. Dengan prosedur ini dapat dilakukan reseksi bulla atau bleb dan juga bisa dilakukan untuk pleurodesis.1
Tindakan ini dilakukan apabila : 1
Ø  Tindakan aspirasi maupun WSD gagal
Ø  Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi
Ø  Terjadinya fistula bronkopleura
Ø  Timbulnya kembali pneumotoraks setelah dilakukan pleurodesis
Video Assisted Thoracoscopy Surgery masih merupakan pilihan yang tepat untuk pneumotoraks spontan, lamanya operasi sekitar 45 menit, rasa tidak enak setelah operasi sangat minimal dan lamanya rawat inap di rumah sakit setelah operasi rata-rata 4-6 hari. Gambar 7 menunjukkan sejumlah lesi oval berwarna kecoklatan tersebar di diafragma. Lesi tersebut membesar ukurannya selama siklus menstruasi dan kemudian menghilang seluruhnya secara bersamaan. 1,13

Gambar 7. Video Assisted Thoracoscopy Surgery
                                                                                              
d.   Torakotomi
            Tindakan pembedahan ini indikasinya hampir sama dengan torakoskopi. Tindakan ini dilakukan jika dengan torakoskopi gagal atau jika bleb atau bulla terdapat di apeks paru, maka tindakan torakotomi ini efektif untuk reseksi bleb atau bulla tersebut.1

e.    Pengobatan Hormonal
            Prinsip pertama pengobatan hormonal endometriosis adalah menciptakan lingkungan hormon rendah estrogen dan asiklik. Kadar estrogen yang rendah menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Keadaan yang asiklik mencegah terjadinya haid, yang berarti tidak terjadi pelepasan jaringan endometrium yang normal maupun jaringan endometriosis. Dengan demikian dapat dihindari timbulnya sarang endometriosis yang baru karena transport retrograd jaringan endometrium yang lepas serta mencegah pelepasan dan perdarahan jaringan endometriosis yang menimbulkan rasa nyeri.8
            Prinsip kedua adalah menciptakan lingkungan hormon tinggi androgen atau tinggi progestogen (progesteron sintetik) yang secara langsung menyebabkan atrofi jaringan endometriosis. Di samping itu, prinsip tinggi androgen atau tinggi progestogen juga menyebabkan keadaan rendah estrogen yang asiklik karena gangguan pertumbuhan pada folikel. Prinsip beberapa cara pengobatan dapat dilihat pada tabel berikut.8

Tabel 1. Pengobatan hormonal pada endometriosis
Cara terapi
Efek
Efek samping
1.    GnRH agonis
Ooforektomi
Asiklik
Estrogen rendah
Keluhan vasomotor,
Atrofi ciri seks sekunder, osteoporosis
2.    Danazol
Metiltestosteron
Asiklik
Estrogen rendah
Peningkatan berat badan, breakthrough bleeding, akne, hirsutisme, kulit berminyak, perubahan suara
3.    Medroksipogesteron asetat
Gestrinon Noretisteron
Asiklik
Estrogen rendah bleeding
Peningkatan berat badan, breakthrough bleeding, depresi, bloating
4.    Kontasepsi oral nonsiklik
Asiklik estrogen sedang progestogen tinggi
Mual, breakthrough bleeding

Androgen
            Preparat yang dipakai adalah metiltestosteron sublingual dengan dosis 5 sampai 10 mg per hari. Biasanya diberikan 10 mg per hari pada bulan pertama dilanjutkan dengan 5 mg per hari selama 2-3 bulan berikutnya. Diberikan untuk endometriosis stadium dini dengan gejala nyeri atau dispareuni. Jika rasa nyeri tersebut disebabkan oleh endometriosis, maka nyeri tersebut biasanya akan berkurang atau hilang setelah pengobatan dengan androgen selama satu bulan.8


Estrogen-Progestogen
            Berdasarkan prinsip terapi yang telah diuraikan, maka pil kontrasepsi yang dipilih sebaiknya yang mengandung estrogen rendah dan mengandung progestogen yang kuat atau yang mempunyai efek androgenik yang kuat. Saat ini norgestrel dianggap sebagai senyawa progestogen yang poten dan mempunyai efek androgenik yang paling kuat. Untuk pemilihan jenis kontrasepsi oral yang dipakai, dicantumkan kandungan estrogen dan progestogen pada beberapa merk kontrasepsi oral yang beredar di Indonesia pada tabel 2. 8

Tabel 2. Beberapa jenis kontrasepsi oral dalam pengobatan endometriosis
Nama dagang
Estrogen
Progestogen
1.    Noriday
0,05 mg mestranol
1 mg noretisteron
2.    Microgynon 30
Nordette
0,03 mg etinil
              estradiol
0,015 norgestrel
3.    Marvelon
0,03 mg etinil
              estradiol
0,015 desogestrel
4.    Eugynon
0,05 mg etinil
              estradiol
0,05 norgestrel

Progestogen
Progestogen atau progestin adalah nama umum semua senyawa progesteron sintetik. Progestogen dapat dikelompokkan menjadi 3 golongan, yakni Pregnan (MPA, Didrogesteron), Estran (Linestrenol, Norelisteron) dan Gonan (Norgestrel, Desogestrel). Berbagai jenis progestogen tersebut (medroksiprogesteron asetat, noretisteron asetat, norgestrel asetat, linestrenol) pernah digunakan sebagai obat tunggal untuk terapi endometriosis. Dosis yang diberikan adalah medroksiprogesteron asetat 30-50 mg per hari atau noretisteron asetat 30 mg per hari. Pemberian parenteral dapat menggunakan medroksiprogesteron asetat 150 mg setiap 3 bulan sampai 150 mg setiap bulan.8

Danazol
            Danazol adalah turunan isoksazol dari 17 alfa etiniltestosteron. Danazol menimbulkan keadaan asiklik, androgen tinggi dan estrogen rendah. Dosis yang dianjurkan untuk endometriosis ringan (stadium II) atau sedang (stadium III) adalah 400 mg per hari sedangkan untuk endometriosis berat (stadium IV) dapat diberikan sampai dengan 800 mg per hari. Pada saat ini danazol merupakan obat yang paling efektif untuk endometriosis yang diijinkan oleh US FDA (Federal Drug Administration).8