SIMRATI BAJPAI,A. R. PAZARE
Sekitar 33,8 juta penduduk di dunia mengidap HIV-AIDS ( WHO 2008 ) yang dimana sekitar 3,8 juta berasal dari india. Kasus pertama AIDS dilaporkan pada tahun 1981. Sejak itu penyakit ini dilaporkan telah ditemukan dalam berbagai stadium dilihat dari epidemiologi dan manifestasinya.
Penyakit HIV memberikan efek terhadap seluruh bagian tubuh. Secara klinis tidaklah mudah bagi petugas kesehatan untuk mendiagnosa atau mengobati penyakit yang sangat ditakuti ini dan manifestasinya. Perlu diperhatikan untuk berhati – hati terhadap berbagai bentuk gejala dan manifestasi dari HIV.
Kesehatan mulut merupakan komponen penting dalam menjaga kesehatan pada orang yang terkena infeksi HIV. Kewaspadaan terhadap variasi kelainan di mulut yang mungkin muncul sepanjang perjalanan penyakit HIV dan kerja sama yang baik antara dokter dan dokter gigi dapat meningkatkan pelayanan kesehatan pasien secara menyeluruh . Manifestasi oral HIV – AIDS mempunyai spektrum yang cepat.
Manifestasi HIV – AIDS terhadap mulut ditemukan pada sekitar 30 – 80 % populasi pasien. Secara keseluruhan prevalensi manifestasi oral HIV sudah berubah sejak munculnya HAART
Variasi manifestasi oral yang ditemukan dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Infeksi: bakteri, jamur, virus
2. Keganasan : sarkoma kaposi, lymphoma non Hodgkin (gambar 1)
3. Proses inflamasi : stomatitis nekrotik, ulkus aptosa mayor
4. Lain – lain : parotitis, kekurangan nutrisi, xerostomia
5. Manifestasi mulut lainnya akibat efek samping terapi anti viral
Tidak ada lesi oral khusus yang hanya berkaitan dengan HIV – AIDS, tapi terdapat manifestasi oral tertentu seperti kandidiasis, hairy leukoplakia oral yang sering sekali ditemukan dan dipertimbangkan serta diklasifikasikan sebagai klinis HIV dengan kategori B oleh CDC
Infeksi Jamur
Candidiasis : kandidiasis mulut atau faring adalah infeksi jamur tersering yang dijumpai sebagai manifestasi awal oleh HIV. Kebanyakan pasien juga didapatkan kandidiasis di esophagus. Biasa tampak bila jumlah CD4 kurang dari 300/uL. Spesies tersering penyebab kandidiasis adalah Candida Albicans walaupun jenis non albicans juga dapat ditemukan. Terdapat empat bentuk yang sering ditemukan pada kandidiasis mulut yaitu : kandidiasis erythematosa, kandidiasis pseudomembran, cheilitis angularis, dan hiperplasitik atau kandidiasis kronis
1. Kandidiasis eritematosa memberikan gambaran lesi kemerahan, pipih, lesi dibagian dorsal lidah dan atau di daerah palatum durum atau palatum molle. Pasien datang dengan keluhan rasa terbakar di mulut seperti saat makan makanan yang asin atau berbumbu. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik dengan preparasi kalium hidroksida memperlihatkan hifa dari jamur sebagai konfirmasi diagnosis
2. Kandidiasis pseudomembranosa memberikan gambaran plak lunak berwarna putih pada daerah mukosa bukal , lidah, dan permukaan mukosa mulut lainnya, dapat diangkat, meninggalkan dasar kemerahan atau berdarah.
3. Cheilitis angularis merupakan eritema dan gambaran seperti pecah-pecah di sudut mulut. Cheilitis angularis dapat timbul dengan atau tanpa disertai kandidiasis eritematosa atau kandidiasis pseudomembranosa.
4. Hiperplastik atau kandidiasis kronis memberikan gambaran plak putih yang tidak dapat diangkat di seluruh permukaan mukosa.
Kandidiasis oral dapat meluas meliputi faring, laring, dan juga esophagus. Pengobatan kandidiasis oral tergantung dari tipe klinik, distribusi, dan derajat keparahan infeksi. Pengobatan topikal efektif untuk mengatasi dan mengurangi lesi. Klotrimazole troches, nistatin pastilles, dan suspense nistatin oral efektif untuk kandidiasis eritematosa ringan ke sedang dan kandidiasis pseudomembran. Bagaimanapun, cara penggunaan obat-obat ini bila berkepanjangan harus diperhatikan karena dapat menyebabkan gigi karies yang disebabkan oleh fermentasi subtrat karbohidrat yang ada didalam kandungannya. Peningkatan resiko karies bisa dihindari dengan menggunakan nistatin oral (100.000 unit/5 ml, kumur di mulut, 3 x sehari). Klorhexidin 0,12% oral tidak mengandung suatu substrat yang kariogenik dan mungkin juga efektif.
Amphoterisin B topikal juga bisa digunakan pada pengobatan untuk resisten kandidiasis dan bisa dilarutkan dengan 50 mg dalam 500 ml salin steril (0,1 mg/ml). krim klotrimazole 1%, krim mikonazole atau ketokonazole 2%, dan salep nistatin bermanfaat untuk pengobatan Angular cheilitis dan untuk aplikasi pada basis gigi tiruan ketika ada infeksi kandida pada permukaan mukosa di bawahnya.
Pengobatan sistemik untuk kandidiasis oral meliputi penggunaan antijamur imidazol (ketokonazole) dan triazol ( flukonazol dan itrakonazol). Flukonazol diberikan pada dosis 100-200 mg/hari. Lamanya pengobatan dengan imidazol oral biasanya sekitar 7-10 hari tetapi pada kasus dengan suspek keterlibatan esophageal, jangka waktu bisa diperpanjang menjadi 21 hari. Dari berbagai pedoman terbaru tidak ada petunjuk profilaksis untuk pasien kandidiasis dengan HIV.
Histoplasmosis : histoplasmosis adalah penyakit jamur granulamatosa disebabkan oleh histoplasma kapsulatum. Persentasi klinis beragam mulai dari asimptomatik atau infeksi paru ringan ke akut atau bentuk kronik luas. Histoplasmosis oral terlihat sebagai area ulseratif kronik di daerah dorsum lidah, palatum, dasar mukosa dan vestibular. Infeksi dapat fokal atau beberapa tempat bisa terlibat. Pada pasien-pasien AIDS, histoplasmosis jarang dapat diobati, tetapi bisa dikontrol dengan terapi supresif jangka panjang terdiri atas amfoterisin B dan ketokonazol.
Cryptococcosis : manifestasi oral ini jarang terjadi dan cuma 2 kasus yang pernah dilaporkan pada litelatur. Lesi terdiri oleh ulserasi mukosa mulut tetapi diagnosa klinis kriptokokus oral mungkin sulit dikarenakan infeksi mikrobakteria lain dan trauma juga menunjukkan gejala-gejala yang serupa. Biopsi jaringan juga diperlukan untuk penegakkan diagnosis dan pengobatan menggunakan amfoterisin B.
Gambar 1 : Kandidiasis Hiperplastik
Gambar 2 : Kandidiasis Pseudomembran
Infeksi Virus
Oral Hairy Leukoplakia : lesi ini biasanya terlihat pada permukaan lateral lidah, tetapi bisa meluas ke dorsal dan permukaan ventral (Gambar 2). Lesi bisa berbagai ukuran dan bisa terlihat seperti striae putih vertical, berombak-ombak atau seperti plak-plak berbulu kasar dengan proyeksi rambut terlihat seperti keratin. Pada sebagian besar kasus. OHL bilateral dan asimtomatik. Ketika hal tersebut menjadi ke arah yang tidak nyaman biasanya dikaitkan dengan infeksi kandidiasis. OHL telah terbukti berhubungan dengan infeksi virus Epstein Barr local (EBV) dan terjadi paling sering pada pasien dengan limfosit CD4 kurang dari 200/ μl. Pada Pemeriksaan histologi menunjukkan epitel hyperplasia merupakan ciri khas infeksi EBV. Kondisi ini biasanya tidak memerlukan tindakan tapi acyclovir oral, podophyllum resin topikal, retinoid, dan pembedahan dilaporkan sebagai pengobatan yang berhasil.
Herpes Simpleks Virus (HSV) dan Varicella Zooster. HSV bertanggung jawab terhadap infeksi primer dan rekuren di mukosa mulut. Infeksi ini didapat pada masa kanak-kanak dan setelah lesi pustular awal. Virus tetap dorman, tapi dalam stadium immunosupresi virus ini dapat menyebabkan reaktivasi dan dapat menyebabkan berbagai manifestasi. Manifestasi oral, ditunjukkan oleh ulserasi mukosa yang difus, disertai dengan demam, malaise, dan limfadenopati servikal. Ulserasi yang mengikuti pecahnya vesikel sangat sakit dan dapat bertahan selama beberapa minggu. HSV rekuren biasanya muncul pada mukosa oral yang berkeratin (palatum, dorsum lidah, dan gingiva) sebagai ulserasi tetapi pada kebanyakan pasien seropositif HIV, aturan ini tidak berlaku. Pada pasien ini, lesi dapat menunjukkan aspek klinis yang tidak biasa dan bertahan selama beberapa minggu. Kontak dengan virus varicella zoster (VZV) dapat menyebabkan varicella (cacar air) sebagai infeksi primer dan herpes zoster sebagai infeksi yang diaktifkan kembali. Dalam infeksi HIV, herpes zoster sering menunjukkan keterlibatan nervus cranialis dini dan membawa prognosis yang buruk. Mungkin ada keterlibatan beberapa dermatom dan mungkin akan terjadi infeksi sekunder pada lesi tersebut. Lesi biasanya dikaitkan dengan neuralgia post herpetic berat.
Cytomegalovirus (CMV) : ulserasi oral berkaitan CMV, meskipun jarang, telah diakui sebagai komplikasi infeksi HIV. Diagnosis CMV oral didasarkan atas adanya intranuklear besar dan sitoplasma kecil CMV masuk di dalam sel endotel pada dasar ulserasi. Infeksi ini biasanya ditunjukkan pada stadium IV dari infeksi ketika terjadi immunosupresi yang lanjut dengan jumlah CD4 di bawah 50. Saat ini, obat pilihan untuk infeksi CMV adalah gancyclovir intravena.
Human Papilloma Virus : Pada beberapa pasien dengan infeksi HIV, human papiloma virus (HPV) menyebabkan hiperplasia jaringan epitel dan jaringan ikat fokal, membentuk kutil oral. Pada pasien terinfeksi HIV, HPV terkait lesi oral memiliki gambaran papilomatosa, baik menonjol atau tetap, dan terutama berlokasi di palatum, mukosa bucal, dan commisura labialis. Genotipe yang paling umum ditemukan dalam mulut pasien dengan infeksi HIV adalah 2, 6, 11, 13, 16, dan 32. Operasi pengangkatan, dengan atau tanpa irigasi intraoperatif dengan resin podofilum, adalah pengobatan pilihan.
Molluscum Contagiosum : Moluskum kontagiosum disebabkan oleh virus DNA tak tergolongkan dari famili poxvirus. Lesi muncul sebagai satu atau beberapa papul pada kulit bokong, punggung, wajah, dan lengan. Moluskum kontagiosum biasanya menyerang anak-anak dan dewasa muda dan ditularkan melalui kontak langsung dan tidak langsung. Lesi khas berupa papul berpusar yang mungkin gatal, yang mengarah ke autoinokulasi. Lesi dapat bertahan selama bertahun-tahun, dan kadangkala akhirnya hilang secara spontan. Terjadinya penyebaran moluskum kontagiosum telah dilaporkan pada pasien terinfeksi HIV. Lesi ini biasanya mereda sering dengan pemulihan kekebalan tubuh ketika pasien mulai HAART.
Infeksi Bakteri
Lesi oral yang paling umum dikaitkan dengan infeksi bakteri adalah gingivitis eritem linier, periodontitis ulseratif nekrosis, dan yang lebih jarang, angiomatosis epithelioid basiler dan sifilis. Pada kasus infeksi periodontal, flora bakteri tidak berbeda dari individu yang sehat dengan penyakit periodontal. Dengan demikian, lesi klinis adalah manifestasi dari respon kekebalan tubuh terhadap bakteri patogen.
Linear Erythematous Gingivitis : Gambaran ini muncul sebagai sebuah pita eritema pada gingival marginal, seringkali dengan petechiae. Biasanya tidak menunjukkan gejala atau hanya pendarahan gingiva ringan dan sakit ringan. Pemeriksaan histologis gagal mengungkapkan respons inflamasi yang signifikan, menunjukkan bahwa lesi merupakan respons peradangan inkomplit, terutama hanya dengan hiperemia. Obat kumur yang mengandung klorheksidin glukonat sering mengurangi atau menghilangkan eritema dan mungkin diperlukan sebagai profilaksis untuk menghindari kekambuhan.
Necrotizing Ulcerative Periodontitis (NUP) Lesi periodontal ini ditandai dengan nyeri tulang dalam yang menyeluruh, eritema yang signifikan yang sering dikaitkan dengan perdarahan spontan, dan destruksi cepat dan progresif dari perlekatan periodontal dan tulang. Destruksi bersifat progresif dan dapat menyebabkan hilangnya seluruh prosesus alveolaris di daerah yang terlibat. Ini adalah lesi yang sangat sakit dan dapat mempengaruhi asupan makanan oral, sehingga berat badan turun secara signifikan dan cepat. Pasien juga memiliki halitosis parah. Karena mikroflora periodontal tidak berbeda dari yang terlihat pada pasien sehat, lesi mungkin merupakan hasil dari respon kekebalan tubuh yang berubah pada infeksi HIV. Lebih dari 95% pasien dengan NUP memiliki jumlah limfosit CD4 kurang dari 200/mm 3. Pengobatan terdiri dari obat kumur yang mengandung klorheksidin glukonat 0,12% dua kali sehari, metronidazol (250 mg per oral empat kali sehari selama 10 hari), dan debridemen periodontal, yang dilakukan setelah terapi antibiotik lebih dahulu.
Bacillary Epithelioid Angiomatosis (BEA) Lesi ini tampaknya unik untuk infeksi HIV dan secara klinis sulit dapat dibedakan dari Sarkoma Kaposi oral (KS). Karena keduanya dapat tampak eritematosis, massa lunak yang dapat berdarah pada manipulasi lembut, pemeriksaan biopsi dan histologi diperlukan untuk membedakan BEA dari KS. Bakteri patogen yang diduga sebagai etiologi, Rochalimaea henselae, dapat diidentifikasi menggunakan pewarnaan Warthin-Starry. Baik KS dan BEA secara histologis ditandai oleh saluran pembuluh darah atipikal, ekstravasasi sel darah merah, dan sel-sel inflamasi. Namun, sel spindel menonjol dan gambaran mitosis hanya terjadi pada KS. Eritromisin adalah terapi pilihan untuk BEA.
Syphilis : Walau prevalensi infeksi sifilis telah meningkat secara signifikan selama dekade yang lalu, namun bukan merupakan penyebab umum dari ulserasi intraoral, meskipun pada infeksi HIV. Gambarannya tidak berbeda dari yang diamati pada orang sehat; berupa ulkus kronis, sulit sembuh, dalam, ulkus soliter; secara klinis sulit dibedakan dari tuberkulosis, infeksi jamur, atau keganasan. Pemeriksaan lapangan gelap mungkin menunjukkan Treponema. Reaktif plasma reagen (RPR) positif dan histologis ditemukan Treponema pallidum adalah diagnostik. Kombinasi pengobatan dengan penisilin, eritromisin, dan tetrasiklin merupakan pilihan pengobatan, dosis dan durasi pengobatan tergantung pada ada atau tidaknya neurosifilis.
Neoplasma
Kaposi’s Sarcoma (KS) : Adalah keganasan intraoral yang berhubungan dengan infeksi HIV yang paling sering dijumpai. Lesi berupa makula merah keunguan, ulkus, atau sebagai nodul atau massa. KS intraoral terjadi pada mukosa yang berkeratin, tetapi dari 90% kasus yang dilaporkan terjadi pada daerah palatum. KS biasanya terjadi pada pria homoseksual dan biseksual dan jarang ditemukan pada wanita yang terinfeksi HIV. Human herpes virus (HHV8) merupakan kofaktor penting pada KS. Pemeriksaan Histologi diperlukan untuk diagnosis definitif KS. Tidak ada pengobatan untuk KS. Terapi untuk KS intraoral harus dimulai dari tanda awal pada lesi,tujuannya adalah mengendalikan ukuran dan jumlah lesinya. Ketika hanya terdapat beberapa lesi dan ukuran lesi kecil (<1 cm), kemoterapi intralesi dengan sulfat vinbalstin atau sclerotherapy dengan 3% sulfat sodium tetradecyl biasanya efektif. Terapi radiasi (800-2000 cGy) diperlukan untuk lesi yang berukuran besar atau multiple, Stomatitis dan glossitis merupakan efek samping yang sering dijumpai dari terapi radiasi. Walaupun telah dilaporkan pada literature asing kejadian tersebut namun insidensi pada pasien India cukup rendah hanya 9 kasus yang telah dilaporkan sampai saat ini.
Non-Hodgkin’s Lymphoma (NHL) : Merupakan limfoma yang paling umum dikaitkan dengan infeksi HIV dan biasanya terlihat pada level akhir dengan jumlah CD4 limfosit kurang dari 100/mm3. NHL terlihat sebagai massa yang cepat membesar, jarang berupa ulkus atau plak, dan sering terjadi pada palatum atau gingiva. Pemeriksaan histologi sangat penting untuk diagnosis dan staging. Prognosis buruk, dengan kelangsungan hidup rata – rata kurang dari 1 tahun, meskipun pengobatan dengan berbagai obat kemoterapi.
Lesi oral terkait imunitas
Pada HIV terjadi penekanan kekebalan imun seluler seiring dengan perjalanan penyakit tapi pada saat yang bersama ada aktivasi abnormal pada sel imunitas B. Berbagai gangguan sistem imunitas ini juga menyebabkan berbagai manifestasi oral.
Ulkus Aptosa : Merupakan kelaianan oral terkait gangguan sistem imun yang berhubungan dengan HIV, dengan prevalensi sekitar 2-3%. Ulkus aptosa biasanya soliter besar atau multiple, kronis, ulkus dalam dan sakit sering berlangsung lama pada populasi seronegatif dan kurang responsif terhadap terapi. Pengobatan dengan menggunakan steroid topikal seperti clobetasol jika lesi terjangkau atau deksametason oral rinse jika lesi di daerah yang tidak terjangkau. Terapi sistemik glukocortikosteroid (prednisone 1 mg/kg) mungkin diperlukan pada kasus ulkus multiple yang besar dan yang tidak respon pada pengobatan topikal. Terapi alternatif seperti dapsone 50-100 mg/hari dan thalidomide 200mg/hari selama 4 minggu perlu dipertimbangkan untuk kasus yang buruk. Ketika obat immunosupresan digunakan untuk mencegah infeksi jamur atau bakteri, penggunaan bersamaan dengan obat anti jamur seperti flukonazol, itrakonazol dan obat anti bakteri seperti glukonat chlorhexidine oral rinse mungkin diperlukan.
Stomatitis nekrotik : merupakan ulserasi akut yang nyeri yang sering mengenai daerah tulang di bawahnya dan menyebabkan kerusakan jaringan yang cukup besar. Lesi ini dapat merupakan varian dari ulserasi aphthous , tetapi terjadi di daerah permukaan atas tulang dan berhubungan dengan kerusakan kekebalan tubuh yang parah. Lesi dapat juga terjadi didaerah edentulous. Seperti pada ulserasi aptosa mayor, pengobatan sistemik kortikosteroid atau steroid topical adalah pilihan untuk pengobatannya.
Xerostomia : Xerostomia umum terjadi pada penyakit HIV, sering sebagai efek samping dari obat antivirus atau obat lain yang digunakan untuk pasien dengan infeksi HIV, seperti angiolytics, antijamur, dll. Kekeringan oral merupakan faktor resiko yang signifikan untuk karies dan dapat mengakibatkan kerusakan gigi yang cepat. Xerostomia juga dapat menyebabkan kandidiasis oral, cedera mukosa, dan disfagia, nyeri dan mengurangi asupan makanan. Pasien yang memiliki sedikit fungsi kelenjar ludah yang ditentukan oleh gustatory, Pilokarpin oral dapat meningkatkan laju aliran saliva dan konsistensi. Oral hygiene dipelihara termasuk dengan menggunakan benang gigi.
Penyakit Kelenjar Parotis
Infeksi HIV berhubungan dengan penyakit kelenjar parotis. Ada pembesaran kelenjar dan berkurangnya aliran sekresi. Secara histologis, Mungkin ada infiltrasi epitel limfe dan pembentukan kista jinak. Pembesaran ini melibatkan ujung dari kelenjar parotis atau yang lebih jarang kelenjar submandibula, dan dapat uni atau bilateral dengan periode peningkatan dan penurunan ukuran. Pembesaran ini dapat disangka sebagai keganasan tetapi dalam kasus seperti ini aspirasi jarum dengan hasil sekresi kuning akan membantu dalam mendiagnosis dan pada kasus seperti ini biopsi lebih lanjut tidak diperlukan. Kadang bengkak dapat dikelola hanya dengan aspirasi ulang dan jarang diperlukan pengangkatan radikal kelenjar. Mekanisme patofisiologi tidak diketahui, meskipun sitomegalovirus diduga berperan.
Manifestasi oral sebagai efek samping dari terapi antiretroviral
Dengan penggunaan yang luas pada terapi antiretroviral bagi pengelolaan HIV, gambaran klinis menunjukkan pergeseran paradigma. Manifestasi karena dampak dari ART juga ditemukan bersama dengan gambaran imunosupresi yang dijelaskan sebelumnya. Hiperpigmentasi oral dapat diamati jika pasien menggunakan zidovudine.
Eritema multiform merupakan efek samping dari NNRTIs, xerostomia juga diamati pada pasien dengan lamivudine, didanosine, indinavir dan ritonavir. Lipodistrofi dengan hilangnya lemak subkutan telah dilaporkan pada pasien dengan stavudine. Efek oral lainnya seperti parestesi, edema bibir, dan gangguan pengecap telah diamati pada pasien dengan inhibitor protease.
Daftar manifestasi di atas kurang lengkap untuk menggambarkan keadaan pada seorang pasien HIV tapi hanya ilutrasi tentang lesi yang penting. Oleh karena itu penting bahwa tenaga kesehatan oral mengenali tanda-tanda dari penyakit dan memberikan manajemen yang tepat agar pasien dapat bertahan hidup lebih baik.
sumber :
http://www.contempclindent.org/article.asp?issn=0976-237X;year=2010;volume=1;issue=1;spage=1;epage=5;aulast=Bajpai
Tidak ada komentar:
Posting Komentar